Minggu, 17 April 2016

Biografi Ulama | KH. Mahrus Ali Lirboyo Bagian 2

Biografi Ulama | KH. Mahrus Ali Lirboyo

Halaman ini adalah lanjutan dari Biografi Ulama | KH. Mahrus Ali Lirboyo
KH. Mahrus Ali Lirboyo Memperjuangkan Kemerdekaan

KH. Mahrus Aly ikut berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan ini nampak saat pengiriman 97 santri pilihan Pondok Pesantren Lirboyo, guna menumpas sekutu di Surabaya, peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.

PP Lirboyo merupakan pondok pesantren yang memiliki sejarah panjang dan memiliki peran besar dalam sejarah memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Ponpes ini juga memiliki kisah perjuangan yang melegenda saat awal kemerdekaan. Pada medio September 1945 disebutkan, tentara sekutu datang ke Indonesia dengan menggunakan nama tentara NICA. Hal itu lalu membuat para kiai HBNU (sebelum PBNU) memanggil seluruh ulama di Jawa dan Madura membicarakan hal ini di kantor HBNU Jalan Bubutan, Surabaya.

Dalam pertemuan itu para ulama mengeluarkan resolusi Perang Sabil, yaitu perang untuk melawan Belanda dan kaki tangannya dengan hukum fardhu a'in. Rupanya keputusan inilah yang menjadi motivasi para ulama dan santrinya untuk memanggul senjata ke medan laga, termasuk Pesantren Lirboyo.

Tepat pada jam 22.00 berangkatlah para santri PP Lirboyo sebanyak 440 menuju ke tempat sasaran di bawah komando KH Mahrus Aly

dan  Mayor H Mahfudz. Sebelum penyerbuan dimulai, seorang santri yang bernama  Syafi’i  Sulaiman yang pada waktu itu berusia 15 tahun  menyusup ke dalam markas Dai Nippon yang dijaga ketat. Maksud tindakan itu adalah untuk mempelajari dan menaksir kekuatan lawan. Setelah penyelidikan dirasa sudah cukup,  Syafi’i  segera melapor kepada KH Mahrus Aly dan Mayor H Mahfudz.

Saat-saat menegangkan itu berjalan hingga pukul 01.00 dini hari dan berakhir ketika Mayor Mahfudz menerima kunci gudang senjata dari komandan Jepang yang sebelumnya telah diadakan diplomasi panjang lebar. Dalam penyerbuan itu, gema takbir “Allahu Akbar” berkumandang menambah semangat juang para santri.

Saat datangnya Jenderal AWS Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945 di Pelabuhan Tanjung Perak, stabilitas kemerdekaan mulai nampak terganggu terutama di daerah Surabaya. Terbukti pada tanggal 28 Oktober 1945, para tentara sekutu ini mulai mencegat pemuda di Surabaya dan merampas mobil milik mereka. Puncaknya adalah mereka menurunkan bendera merah putih yang berkibar di Hotel Yamato dengan bendera Belanda.

Selang beberapa lama, Mayor H. Mahfudz melapor kembali kepada KH Mahrus Aly di Lirboyo bahwa tentara sekutu yang memboncengi Belanda telah merampas kemerdekaan dan Surabaya banjir darah pejuang. Maka KH Mahrus Aly mengatakan bahwa kemerdekaan harus kita pertahankan sampai titik darah penghabisan. Kemudian KH Mahrus Aly mengintruksikan kepada santri Lirboyo untuk berjihad kembali mengusir tentara Sekutu di Surabaya. Hal ini disampaikan lewat Agus Suyuthi maka dipilihlah santri-santri yang tangguh untuk dikirim ke Surabaya.

Dengan mengendarai truk, para santri di bawah komando KH Mahrus Aly berangkat ke Surabaya. Meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing, mereka bersemangat berjihad menghadapi musuh. Santri yang dikirim waktu itu berjumlah sebanyak 97 santri. Peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.

KH Mahrus Aly juga mempunyai andil besar dalam perkembangan jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah NUJawa Timur selama hampir 27 tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985 M. 

KH. Mahrus Aly mempunyai andil besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa trimur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985 M.

Senin, 04 Maret 1985 M, sang istri tercinta, Nyai Hj. Zaenab berpulang ke Rahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama diderita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly terus menerus larut dalam kedukaan. Banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni pada sabtu sore pada tanggal 18 mei 1985 M, kesehatan beliau benar-benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bayangkara Kediri, beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo, Surabaya. Delapan hari setelah dirawat di Surabaya dan tepatnya pada Hari Ahad malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985 M, KH. Mahrus Aly berpulang Ke Rahmatullah. Beliau wafat diusia 78 tahun.

sumber :  www[dot]lirboyo[dot]net

Contoh Makalah | Periodisasi di Indonesia Bagian 2

Halaman ini adalah lanjutan dari Contoh Makalah | Periodisasi di Indonesia
Contoh Makalah | Periodisasi di Indonesia

B. Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.

Minggu, 03 April 2016

Contoh Khutbah Jumat - Qiyamul Lail

Contoh Khutbah Jumat - Qiyamul Lail
Mata yang mengantuk mungkin dapat diobati dengan tidur. Namun hati yang resah, gelisah dan banyak masalah, tidak dapat diobati, kecuali dengan mendekatkan diri kepada Allah.

Jumat, 01 April 2016

Biografi Ulama | KH Abbas Djamil Dari Buntet Cirebon

Biografi Ulama | KH Abbas Djamil Dari Buntet Cirebon
Kiai Abbas Djamil Buntet adalah putra sulung Kiai Abdul Djamil, yang dilahirkan pada hari Jumat 24 Zulhijah 1300 H atau 1879 M di desa Pekalangan, Cirebon. Sedangkan KH. Abdul Djamil adalah putra KH. Muta’ad, menantu pendiri Pesantren Buntet, yakni mbah Muqayyim, salah seorang Mufti pada masa pemerintahan Sultan Khairuddin I, kesultanan Cirebon.

Kamis, 31 Maret 2016

Biografi Ulama | KH. M. Munawir Dari Krapyak Yogyakarta

Biografi Ulama | KH. M. Munawir Dari Krapyak Yogyakarta
Dahulu, ada seorang ulama pejuang, KH. Hasan Bashari namanya, atau yang lebih dikenal dengan nama Kyai Hasan Besari ajudan Pangeran Diponegoro. Beliau sangat ingin menghafalkan Kitab Suci al-Quran namun terasa berat setelah mencobanya berkali-kali. Akhirnya beliau melakukan riyadhah dan bermujahadah, hingga suatu saat Allah Swt. mengilhamkan bahwa apa yang dicita-citakan itu baru akan dikaruniakan kepada keturunannya.